“Today, knowledge has power. It controls access to opportunity and advancement” Peter F. Drucker
Pengetahuan hari ini memiliki kekuatan. Yang memberikan akses terhadap kesempatan dan kemajuan. Setidaknya, seperti itulah terjemahan kalimat yang dikatakan oleh Peter F. Drucker, penulis buku “The Changing World of the Executive” yang sangat terkenal itu.
Berkenaan dengan kalimat di atas inilah, penulis ingin merespon hasil diskusi bersama Penyuluh Kampung KB dan perempuan-perempuan tangguh di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam.
Akses merupakan salah satu masalah utama masyarakat wilayah pinggiran. Pantai Lango, sebagai salah satu wilayah terjauh dari Ibu Kota Kecamatan Penajam, jelas-jelas menghadapi persoalan akses tersebut.
Hal ini tentu menjadi persoalan utama yang coba diangkat oleh penulis, selaku Pendamping Kelurahan Pantai Lango dalam Program Pembangunan, Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan dan Perdesaan Mandiri (Pro-P2KPM).
Dalam hal ini, penulis bersinergi dengan Penyuluh Lapangan dari BKKBN, Hasan Basri pada agenda Sosialisasi Kampung KB. Saat giat berlangsung, kebiasaan membuang sampah ke laut pun menjadi fokus pembahasan dalam diskusi yang diikuti oleh 15 kaum ibu tersebut.
Selama lebih dari enam bulan mendampingi Kelurahan Pantai Lango, sampah memang menjadi persoalan serius yang perlu ditemukan solusinya. Sampah-sampah rumah tangga begitu gampangnya ditemukan di bawah kolong rumah warga atau di bibir pantai, menandakan minimnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.
Pada awalnya penulis berpikir demikian, namun ternyata tidak sepenuhnya benar. Masalah utama mengapa masyarakat memiliki kebiasaan untuk membuang sampah ke laut (kolong rumah dan sekitarnya) adalah ketiadaan akses terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Pantai Lango.
Parahnya lagi, aktivitas membakar sampah yang biasanya dahulu dilakukan oleh warga, telah dilarang oleh pemerintah. Otomatis, cara membuang sampah ke laut menjadi satu-satunya jalan bagi mereka untuk “menyelamatkan” lingkungan dari sampah.
“Anu mas Pandi. Sebenarnya dari dulu kita sudah mengharapkan kehadiran Bank Sampah, tapi ya sebatas keinginan, kita juga tidak tahu bagaimana membuatnya.”
Itulah pernyataan dari ibu Hartini, salah seorang peserta sosialisasi yang menyadari bahwa persoalan sampah ini lambat laun akan menjadi momok bagi masyarakat Pantai Lango. Bank Sampah sendiri sudah banyak diimplementasi di Indonesia, namun karena keterbatasan akses, kemudian membuat masyarakat Pantai Lango lambat menyadari hal itu.
Bank Sampah sejatinya bertujuan untuk merangsang kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih, rapi dan sehat. Bank Sampah juga diharapkan memiliki nilai kebermanfaatan bagi masyarakat secara ekonomi.
Misalnya membuat kerajinan dari sampah atau pupuk, bahkan budidaya tanaman sayuran yang berasal dari pemanfaatan sampah rumah tangga. Tentu saja, hal ini akan sangat menarik bagi keberlangsungan hidup masyarakat Pantai Lango, jika hal ini direalisasikan.
Memperhatikan semangat ibu-ibu yang hadir pada diskusi ini, penulis sangat yakin bahwa dengan pendampingan dari Penyuluh KB, Pendamping Pro-P2KPM, dan aparatur Kelurahan Pantai Lango, maka dalam beberapa waktu ke depan Kelurahan Pantai Lango akan memiliki Bank Sampah.
Jika hal ini terwujuf, maka Ibu Hartini dan kawan-kawan akan semakin bergairah untuk berpartisipasi dalam membangun dan mengembangkan Pantai Lango dari sisi lingkungan, sehingga warga pun akan mendapatkan kehidupan yang lebih bersih dan sehat.
Persoalan sampah dan perilaku membuang sampah ke laut ini tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan keberedaan Bank Sampah. Perlu ada langkah-langkah taktis dari pemerintah, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hdiup.
Tentu saja, keberadaan TPA atau akses terhadap TPA menjadi solusi paling rasional yang dapat dipikirkan oleh penulis untuk persoalan sampah di Pantai Lango. (KB)
Penajam, 16 Juli 2020